.CO.ID - JAKARTA. Ronald Tauviek Andi Kasim, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), yang juga staf khusus untuk UMKM digital presiden, menggarisbawahi bahwa sektor P2P Lending sudah berkontribusi secara signifikan terhadap aspek sosial di negara ini.

Ronald mengatakan bahwa munculnya sektor ini adalah jawaban atas ketidakseimbangan akses permodalan yang dihadapi kelompok-kelompok tersebut. unbanked dan underserved yaitu mereka yang belum mencapai pelayanan dari institusi keuangan formal seperti bank dan multifinance.

"Kira-kira 50% dari populasi Indonesia belum pernah mendapatkan akses ke pembiayaan formal. Peer-to-Peer Lending muncul untuk mengatasi hal tersebut," jelas Ronald saat acara CIPS DigiWeek 2025 yang diadakan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada hari Selasa, tanggal 3 Juni.

Dia menyebutkan bahwa sampai bulan Mei 2025, jumlah keseluruhan dari peminjaman yang disalurkan melalui platform P2P Lending mencapai angka Rp 1.048 triliun dan tingkat pembayaran kembali (TKB90) telah tercapai sebesar 97,4%.

Mayoritas peminjam merupakan orang perseorangan serta pemilik bisnis mikro yang menginginkan uang tambahan dengan cepat untuk berbagai keperluan darurat, contohnya yaitu biaya perawatan kesehatan atau penambahan modal dalam menjalankan usahanya.

"Sebagai contoh, seorang ibu pemilik warung yang dahulu harus meminjam uang dari rentenir dengan suku bunga tinggi, saat ini dapat mengakses pinjaman melalui platform P2P Lending dengan suku bunga yang lebih rendah serta proses pencairan dana yang cepat," ungkapnya.

Ronald mengatakan bahwa kecepatan serta kemudahan pengambilan dana adalah hal penting yang menjadikan layanan tersebut berguna, terutama saat ada krisis atau keperluan tiba-tiba.

Sekarang ini, ada 96 badan usaha P2P lending yang dikendalikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ronald percaya bahwa sektor ini bakal terus maju sambil tetap memprioritaskan inklusi finansial serta dampak sosialnya.