, Jakarta - Upaya memulangkan Paulus Tannos , tersangka dugaan korupsi e-KTP Yang terdaftar dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang mulai tahun 2022 sepertinya belum dapat langsung direalisasikan. Setelah ditangkap oleh Kepolisian. Singapura Untuk dilakukan ekstradisi, dia memohon pembebasan sementara yang akan dipertimbangkan di akhir Juni 2025.

Tannos dijagokan menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap proyek e-KTP pada bulan Agustus tahun 2019. Sebagai Direktur Utama dari PT Sandipala Arthaputra, dia melarikan diri sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkannya sebagai orang yang paling dicari mulai tanggal 22 Agustus 2022.

Pada awal tahun 2023, hampir saja ditangkap di Thailand. Tetapi berhasil kabur berkat suatu alasan. red notice dari Interpol terlambat terbit, karena ada pergantian nama. Perubahan data itu membuat KPK harus mencari Paulus Tannos dengan nama barunya, Thjin Thian Po.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera bekerja sama dengan Kementerian Hukum (Kemenkum) setelah buronan Paulus Tannos mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke pihak berwenang di Singapore.

"KPK akan bekerja sama dengan Kemenkum tentu saja," kata Budi Prasetyo, Jurubicara KPK, di kantor pusat KPK yang terletak di gedung Merah Putih, Jakarta, pada hari Senin, tanggal 2 Juni 2025.

Paulus Tannos merupakan buronan kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang saat ini sedang ditahan di Singapura oleh pemerintah setempat.

Selanjutnya, Budi menyampaikan bahwa KPK dan Pemerintah Indonesia bertujuan agar pelaksanaan penanganan atau penegakan hukum atas tindak pidana korupsi bisa berlangsung dengan efisien, mencakup juga kasus-kasus yang menyeret nama Paulus Tannos.

Sebelumnya, Kementerian Hukum menyatakan bahwa proses ekstradisi Paulus Tannos yang akan berlangsung di Singapura ditetapkan untuk bulan Juni tahun 2025.

Kemenkum juga mengatakan bahwa sidang pendahuluan mengenai kelayakan ekstradisi Paulus Tannos akan berlangsung pada 23—25 Juni mendatang.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemHAM), Widodo, menyebutkan bahwa Indonesia sedang mencoba untuk melawan.

"Kantor Jaksa Agung Singapura, yang dikenal sebagai Attorney-General's Chambers (AGC), sesuai dengan permintaan pemerintah Indonesia terus menentang permohonan Paulus Tannos," kata Widodo saat memberikan keterangan pada awak media di Jakarta, senin lalu.

Widodo mengatakan, Indonesia telah menyampaikan permohonan ekstradisi Tannos kepada pihak otoritas Singapura pada tanggal 20 Februari 2025 dan tambahan informasi pada tanggal 23 April 2025 melalui jalur diplomatik.

Saat ini, status Tannos masih ditahan di Negeri Merlion dan committal hearing atau sidang komitmen Tannos telah dijadwalkan akan digelar pada tanggal 23—25 Juni 2025.

"Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi Paulus Tannos saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela," ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa ekstradisi buron kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik itu, tinggal menunggu sidang di Singapura karena seluruh dokumen telah diserahkan kepada Menteri Luar Negeri.

"Paulus Tannos tinggal menunggu sidang. Semua dokumennya sudah lengkap kami serahkan kepada Menteri Luar Negeri dan sudah menyampaikannya kepada otoritas Singapura," kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, 14 Mei lalu.

Paulus Tannos merupakan buron KPK dan masuk daftar pencarian orang sejak 19 Oktober 2021. Tannos ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi setempat, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

Pada tanggal 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengabarkan bahwa Tannos sudah ditangkap. Sebelum penangkapan, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara kepada otoritas Singapura untuk membantu penangkapan.

Negara Tak Boleh Kalah Melawan Buronan

Anggota Komisi XIII DPR Mafirion menyampaikan bahwa pemerintah tak boleh dikalahkan oleh buronan Paulus Tannos, yang enggan pulang ke tanah air dan meminta penangguhan penahanan di Singapura.

Menurutnya, tindakan Tannos tidak hanya berupa upaya mengelak dari hukuman, tetapi juga telah merendahkan otoritas hukum di negeri ini.

"Mari kita lihat kasus ini sebagai sebuah tantangan, tidak hanya untuk KPK tetapi juga bagi keseluruhan jajaran penegak hukum kita," ungkap Mafirion ketika diwawancara di Jakarta pada hari Senin.

Dia menyarankan agar Pemerintah, terutama Kementerian Hukum, mengambil peran aktif dan cerdas dalam mendampingi proses ekstradisi dengan memastikan bahwa seluruh dokumen hukum dipersiapkan dengan teliti serta meyakinkan.

Di samping itu, kementerian harus membangun kerjasama yang kuat dengan pihak berwenang di Singapura, termasuk menggunakan saluran diplomatis dan hukum, dalam menangani permintaan penundaan yang disampaikan oleh Tannos.

Dia juga mengingatkan bahwa pemerintah perlu memanfaatkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan, sebagai bentuk komitmen bersama dalam melawan kejahatan lintas negara.

Di samping itu, ia mengharapkan agar Kementerian Imigrasi dan Penahanan menyegel paspor Tannos serta menarik semua hak akses dokumennya terkait imigrasi yang mungkin dapat dipergunakan olehnya untuk melakukan pelarian.

"Mengupdate daftar pencegahan dan penangkalan di setiap gerbang imigrasi nasional serta berkolaborasi dengan Interpol beserta otoritas imigrasi Singapura," ujarnya.

Menurut dia, penyelesaian kasus Tannos bukan sekadar soal hukum, tapi soal wibawa negara. Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan sebagai bangsa berdaulat.

"Keberhasilan membawa pulang Tannos akan menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam memerangi korupsi, tanpa kompromi," kata dia.

Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu menggunakan upaya diplomasi secara imperatif atau dengan lebih tegas kepada pemerintah Singapura untuk bisa membawa pulang buronan tersangka korupsi e-KTP Paulus Tannos.

Diplomasi yang tegas dan terukur, menurut dia, diperlukan agar niat membawa pulang Tannos dapat terwujud.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan menggunakan diplomasi yang lebih imperatif kepada pemerintah Singapura. Hal ini untuk menunjukkan betapa besar kerusakan yang telah dibuat Tannos di Indonesia,” kata Willy kepada Antara.

"Kita tinggal perlu menegaskan betapa penting dan mendesaknya pertanggungjawaban Tannos di Indonesia kepada pemerintah dan aparat hukum Singapura," kata dia.

Peran Rekanan Pertamina dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah